Sabtu, 22 Agustus 2015

Kerajaan Pejanggik

Sejarah Singkat Ritual Adat Betetulak Rembiga
Sebagai Bentuk Pelestarian Budaya Islam Terhadap Leluhur Kerajaan Pejanggik

ADAT BETETULAK “LEMPOT REMBANG” yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh masyarakat Gumi Sasak. Ritual ini telah berurat berakar sejak keberadaan Raja Pejanggik yang memerintah pada sekitar abad ke-12 (tahun 1204 M) yang berlanjut dengan turun temurun dari Raja Pertama yang bernama Ala Kumala Ala kemudian dilanjutkan oleh Raja kedua bernama Sir Ala kemudian Raja Ketiga Perabu Mung Ala (sebagai asal muasal Adat Kemalik Lingsar (Narmada) atau disebut dengan Acara Pujawali/ Perang Topat . acara yang sejatinya dilakukan oleh para punggawa / Raja dan rakyat Sasak sebagai syiar Islam (Pujewali berarti : semarak parawali melakukan do’a yang biasanya di laksanakan pada bulan Muharram/syura (bubur putih) pada hari tanggal 13,14,15 tengah bulan seperti puasanya Nabi Adam dilanjutkan dengan bubur abang (merah) terakhir dengan memakai serabi, jongkong,Topat/nasi sejatinya ritual itu disajikan tanpa garam/bahan yang tidak bernyawa.
Raja keempat yang bernama Pati Ala kemudian dilanjutkan oleh putra raja keempat yang bernama Raden Arya Surya Kencane (Demung Jukung) beliau inilah yang mengawali Desa Rembiga (Krekok). Rembiga Asal kata Rembug artinya Tempat berkumpulnya para pembesar kerajaan Pejanggik untuk bermusyawarah. Raja Kelima bernama Dimas Arya Kumala Ala (Ahsanul Hakimin) dan Raja keenam bernama Pemban Mas Meraja Kusuma dilanjutkan oleh dilanjutkan oleh Raja ketujuh yang bernama Raden Arya Jaya Kusuma (Datu Telang Puncang Sari) yang makamnya berada Di desa Puncang Kecamatan Batu Layar Lombok Barat (th 1745 M).
PROSESI RITUAL ADAT BETETULAK
Ritual kegiatan diawali dengan mengelilingkan benda-benda pusaka peninggalan Raja pejanggik berupa kitab suci alqur’an, pakaian Raja,Jubah, Surban, azimat,keris,tombak,pedang, tongkat yang terbuat dari kayu, botol,, kendi/ceruk, alat kebutuhan sehari-hari seperti bokor,dulang dari kayu dll di arak keliling desa pada malam hari sekitar jam 12.00 malam hari selama 4 hari 3 malam berturut-turut dan diakhiri dengan do’a atau roah bersama di tengah desa/kampung sebagai pertanda acara terakhir yaitu mengembalikan/menaruh semua benda-benda pusaka ke tempat penyimpanannya yang disebut GEDENG (Bale Si Baru) yang bertempat di Rembiga Utara, Rembiga Barat, Rembiga Timur (krekok), dan Gegutu Barat Kelurahan Rembiga Kecamatan Selaparang Kota Mataram.

Maksud dan Tujuan diadakannnya Ritual ini sebagai wujud permohonan hamba kepada Khaliqnya demi mengharap agar semua bencana dijauhkan (tolak bala), rezeki dimurahkan dan keamanan terjaga terpelihara kerukunan dan persaudaraan terjalin.

Tim Penyusun : L.Mahzar, S.Pd.I , L.Dianul Hayezi, SE , Lalu A.Aziz Rahmani, S.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar