Sejarah Singkat Ritual
Adat Betetulak Rembiga
Sebagai Bentuk
Pelestarian Budaya Islam Terhadap Leluhur Kerajaan Pejanggik
ADAT
BETETULAK “LEMPOT REMBANG”
yang dikembangkan dan dilaksanakan oleh masyarakat Gumi Sasak. Ritual ini telah
berurat berakar sejak keberadaan Raja Pejanggik yang memerintah pada sekitar
abad ke-12 (tahun 1204 M) yang berlanjut dengan turun temurun dari Raja Pertama
yang bernama Ala Kumala Ala kemudian dilanjutkan oleh Raja kedua
bernama Sir Ala kemudian Raja Ketiga Perabu Mung Ala (sebagai
asal muasal Adat Kemalik Lingsar (Narmada) atau disebut dengan Acara Pujawali/ Perang
Topat . acara yang sejatinya dilakukan oleh para punggawa / Raja dan rakyat
Sasak sebagai syiar Islam (Pujewali berarti : semarak parawali melakukan do’a
yang biasanya di laksanakan pada bulan Muharram/syura (bubur putih) pada hari
tanggal 13,14,15 tengah bulan seperti puasanya Nabi Adam dilanjutkan dengan
bubur abang (merah) terakhir dengan memakai serabi, jongkong,Topat/nasi
sejatinya ritual itu disajikan tanpa garam/bahan yang tidak bernyawa.
Raja
keempat yang bernama Pati Ala kemudian dilanjutkan oleh putra
raja keempat yang bernama Raden Arya Surya Kencane (Demung Jukung)
beliau inilah yang mengawali Desa Rembiga (Krekok). Rembiga Asal kata Rembug
artinya Tempat berkumpulnya para pembesar kerajaan Pejanggik untuk
bermusyawarah. Raja Kelima bernama Dimas Arya Kumala Ala (Ahsanul
Hakimin) dan Raja keenam bernama Pemban Mas Meraja Kusuma
dilanjutkan oleh dilanjutkan oleh Raja ketujuh yang bernama Raden Arya
Jaya Kusuma (Datu Telang Puncang Sari) yang makamnya
berada Di desa Puncang Kecamatan Batu Layar Lombok Barat (th 1745 M).
PROSESI
RITUAL ADAT BETETULAK
Ritual
kegiatan diawali dengan mengelilingkan benda-benda pusaka peninggalan Raja
pejanggik berupa kitab suci alqur’an, pakaian Raja,Jubah, Surban,
azimat,keris,tombak,pedang, tongkat yang terbuat dari kayu, botol,,
kendi/ceruk, alat kebutuhan sehari-hari seperti bokor,dulang dari kayu dll di
arak keliling desa pada malam hari sekitar jam 12.00 malam hari selama 4 hari 3
malam berturut-turut dan diakhiri dengan do’a atau roah bersama di tengah
desa/kampung sebagai pertanda acara terakhir yaitu mengembalikan/menaruh semua
benda-benda pusaka ke tempat penyimpanannya yang disebut GEDENG (Bale Si Baru)
yang bertempat di Rembiga Utara, Rembiga Barat, Rembiga Timur (krekok), dan
Gegutu Barat Kelurahan Rembiga Kecamatan Selaparang Kota Mataram.
Maksud
dan Tujuan diadakannnya Ritual ini sebagai wujud permohonan hamba kepada
Khaliqnya demi mengharap agar semua bencana dijauhkan (tolak bala), rezeki
dimurahkan dan keamanan terjaga terpelihara kerukunan dan persaudaraan
terjalin.
Tim
Penyusun : L.Mahzar, S.Pd.I , L.Dianul Hayezi, SE , Lalu A.Aziz Rahmani, S.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar