Jumat, 28 Agustus 2015

Pengembangan Koperasi

STRATEGI PENGEMBANGAN
KOPERASI
A.          Pembangunan Koperasi dilakukan tidak boleh terlepas dari upaya
pemberdayaan anggotanya
Pembangunan koperasi yang berhasil memerlukan sejumlah prasyarat dan pemenuhan syarat-syarat tertentu, sebagaimana layaknya dalam pelaksanaan suatu proses. Pembangunan itu merupakan proses dinamik, karena koperasi adalah lembaga yang hidup dan beraksi terhadap perubahan kondisi internal maupun eksternal. Mengingat koperasi merupakan lembaga milik sekelompok masyarakat, yang dibangun sendiri oleh masyarakat bersangkutan, dengan maksud untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar ekonomi masyarakat tersebut, maka dapat dipahami bahwa koperasi harus mampu melaksanakan berbagai kegiatan kegiatan ekonomi. Kegiatan mana, harus terkait dengan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi para anggotanya pada tingkat usaha yang efektif dan efisien. Dengan demikian kegiatan itu harus terencana, yaitu dengan melalui penerapan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi yang khas sifatnya.
Sehubungan dengan hal itu perlu dipahami peran berbagai faktor yang mencakup kriteria-kriteria prasyarat, yaitu faktor-faktor yang dianggap sangat menentukan bagi keberhasilan dan kesinambungan koperasi yang dibangun. Selanjutnya, setelah prasyarat dipenuhi, maka koperasi berarti sudah siap lahir dan siap tumbuh. Tetapi faktor yang tergolong sebagai syarat keberhasilan, bagi tumbuhnya koperasi bersangkutan dimasa mendatang. Syarat tersebut menjadi komponen pokok yang perlu dipenuhi dan diwujudkan, agar koperasi itu dapat berprestasi dan dapat disebut sebagai koperasi yang berhasil. Artinya bila syarat keberhasilan itu tidak terpenuhi, maka koperasi bersangkutan dapat dianggap tidak berhasil dalam proses pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Dengan demikian bisa saja satu koperasi dibentuk, akan tetapi koperasi yang telah mampu memenuhi prasyarat yang ditetapkan itu untuk selanjutnya ternyata tidak mampu tumbuh normal, dengan mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan, ataupun kalau dapat tumbuh maka pertumbuhan koperasi itu menjadi sangat lambat atau dapat dinyatakan dengan ”hidup segan, mati tak mau”.
Pemahaman tetang hal-hal tersebut tidak kalah penting bila dibanding dengan upaya memahami sejumlah langkah-langkah pembinaan atau mengenali sejumlah hambatan dan kendala pertumbuhan koperasi, yang mengharuskan kita membawa koperasi itu kembali pada jati dirinya (menerapkan pendekatan ”back to basic”).
Pemberdayaan anggota mencakup pemberdayaan kapital (bantuan modal) dan pemberdayaan knowledge, yang meliputi peningkatan kemampuan manajemen, skill dan pemahaman yang benar mengenai prinsip-prinsip koperasi melalui pendidikan dan pelatihan. Pemberdayaan ini akan memberikan dampak peningkatan pertisipasi anggota. Memang harus diakui bahwa peningkatan partisipasi anggota bukanlah dampak langsung dari pendidikan dan pelatihan. Partisipasi anggota merupakan fungsi dari intrinsik anggota dan nilai ekstrinsik yang berasal dari luar anggota itu sendiri.
Peningkatan partisipasi merupakan outcome atau dampak positif tidak langsung dari pendidikan dan pelatihan. Peningkatan partisipasi anggota ini diharapkan akan memberikan dampak kepada kinerja koperasi yang ditandai dengan 5 indikator keberhasilan koperasi. Peningkatan kinerja koperasi yang ditandai akhirnya akan menghasilkan tujuan yang hendak dicapai yakni kesejahteraan masyarakat. Pelaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota harus memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:
a.       Dominasi pemerintah (pemerintah daerah) dalam pendidikan in service/diklat harus dikurangi karena di masa lalu telah menimbulkan ketergantungan koperasi kepada Pemerintah sehingga mengurangi pemupukan rasa percaya diri dan kemampuan menolong dirinya sendiri bagi koperasi;
b.      Harus jelas konsep ”link & matc”, karena penyelenggaraan diklat pada masamasa sebelumnya tersentralisasi dan berdasarkan pemikiran-pemikiran dari atas, belum pernah dilakukan analisis kebutuhan pelatihan, yang bersumber kepada kebutuhan koperasi. Hingga kini pendidikan yang sudah dilaksanakan masih belum mengarah kepada kebutuhan koperasi;
c.       Dana pendidikan dari gerakan koperasi secara formal merupakan salah satu sumber dana pendidikan koperasi, namun pada kenyataannya dana tersebut belum optimal terkumpul;
d.      Pemerintah daerah harus memiliki akreditasi untuk lembaga penyelenggara pendidikan termasuk standarisasi materi pelatihan;
e.       Peserta harus dipersiapkan dengan baik, karena pendidikan dan pelatihan di masa depan tidak gratis. Pada masa lalu umumnya peserta tidak dipersiapkan dengan baik, lebih-lebih karena pendidikan bersifat gratis, sehingga yang dilatih orangnya tetap sama atau tidak relevan dengan tugasnya;
f.       Perlu ada evaluasi yang menyeluruh mengenai dampak dari diklat terhadap kinerja koperasi.
Untuk mencapai tujuan seperti yang diharapkan maka Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan Dewan Koperasi Indonesia melakukan tugas sebagai berikut :
1.      Secara bertahap mengintegrasikan, mengkoordinir dan mengkonsolidasikan potensi pendidikan dan pelatihan perkoperasian secara nasional;
2.      Secara bertahap dan simultan memberdayakan dan mengkoordinir potensi lembaga-lembaga dan pelatihan perkoperasian yang dimiliki oleh negara (antar departemen), Gerakan Koperasi (LAPENKOP), Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga-lembaga pendidikan swasta pelaksana pendidikan koperasi.
3.      Secara pro aktif memberdayakan lembaga-lembaga pendidikan perkoperasian yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam kerangka semangat otonomi daerah.
4.      Menentukan kebijaksanaan pokok program pendidikan dan pelatihan perkoperasian yang mencakup sistem, metodologi, kurikulum, silabus, system evaluasi, kelompok sasaran, dan bahan serta alat bantu;
5.      Melaksanakan program pendidikan dan pelatihan perkoperasian sesuai dengan rencana dan kebutuhan.



B.     Pembangunan Koperasi dilakukan secara lintas sektoral
Membicarakan keberhasilan koperasi, harus mulai dengan membahas sejumlah prasyarat, yang nampaknya akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian yang sungguh-sungguh (terbaikan atau diabaikan) oleh para pendiri koperasi (masyarakat luas) maupun oleh para pembina koperasi pada umumnya. Prasyarat tersebut boleh dinyatakan sebagai kriteria yang relatif sifatnya mutlak, atau merupakan faktor yang mau atau tidak mau harus dipenuhi agar dapat membuat koperasi lahir dan siap tumbuh dalam dinamika perekonomian. Oleh karena itu dalam setiap pembentukan koperasi baru, haruslah benar-benar dapat dipenuhi prasyarat yang ditetapkan, dengan maksud agar dapat menumbuhkan koperasi yang berkemampuan tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbulkan berbagai masalah di masa mendatang. Singkatan bila faktor-faktor dimaksud tidak dipenuhi, secara konseptual koperasi akan sulit tumbuh sebagaimana diharapkan karena organisasinya tidak didukung oleh faktor-faktor yang diperlukan. Misalnya dalam satu proses pembentukan koperasi baru, ternyata ada satu prasyarat yang tidak dipenuhi, umpamanya ”tidak jelasnya hubungan antara kepentingan ekonomi anggota-anggota pendiri, yang seharusnya menjadi alasan dasar bagi pembentukan koperasi tersebut”. Koperasi itu bisa saja dibentuk tanpa dilandasi oleh pemahaman dan kesamaan kepentingan para pendiri atau anggotanya.
Namun demikian, potensinya sangat besar untuk menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan di masa mendatang, karena landasan arah dan proses pertumbuhan kelompoknya tidak jelas. Secara konseptual, rencana pendirian suatu koperasi seperti itu dapat saja ditolak, apabila syarat mutlaknya tidak terpenuhi walaupun tidak sesuai dengan ketentuan formal koperasi itu mungkin saja tetap dibentuk. Baru kemudian, sambil berjalan koperasi bersangkutan menyesuaikan kembali hal-hal yang belum dipenuhi atau yang dapat diperbaiki, sehingga akhirnya koperasi itu juga mampu memenuhi syarat mutlak yang seharusnya perlu dipenuhi lebih dahulu. Namun demikian secara praktis tidak jarang pengalaman menunjukan, bahwa hal dimaksud kerap kali sulit dilakukan, mengingat koperasinya terlanjur menghadapi masalah dan sibuk dalam mengelola kegiatan bisnisnya, yang kerap kali justru tidak terkait dengan kepentingan ekonomi pada anggotanya, karena tidak teridentifikasi sebelumnya. Koperasi seperti itu tergolong pada koperasi ”palsu” (psue coop),apabila ditinjau dan pelaksanaan identitas koperasinya. Padahal kita faham justru identitas koperasilah yang menjadi keunggulan komparatif, dan sekaligus menjadi keunggulan kompetitif dan suatu badan usaha koperasi, karena hal-hal itu membuat kelompok anggota mampu mendukung eksistensi koperasi dalam menghadapi pasar bebas.
C.    Pembangunan Koperasi mengacu pada local spesific (resource based dan community based)
Pembentukan koperasi baru, perlu difahami dan diidentifikasi kepentingan ekonomi  para pendiri khususnya dan umumnya kepentingan anggota baru di masa mendatang,  yang dijadikan landasan utama pengembangan organisasi dan kegiatan usahanya. Apabila kemudian ada koperasi dibentuk tanpa ada landasan kepentingan anggota dan kemudian memperoleh badan hukum resmi, maka sudah bisa dipastikan bahwa koperasi itu tidak mungkin digolongkan dalam kelompok koperasi genuine, atau koperasi yang dapat memenuhi kriteria internasional (identitas koperasi menurut ICA 1995). Pada umumnya koperasi itu dalam proses pertumbuhan selanjutnya, tidak mampu memanfaatkan peluang besar atau tidak cukup berhasil dalam proses pertumbuhan memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal, walaupun koperasi dimaksud tetap saja berpeluang tumbuh sebagai organisasi atau badan usaha.
Prasyarat dasar lain yang juga harus dapat dipenuhi melalui pembentukan koperasi, agar selanjutnya proses pengembangan koperasi itu berhasil atau koperasinya dapat meraih sukses dalam pentumbuhan selanjutnya., berupa pemenuhan kriteria tentang kualitas calon anggota koperasi. Mereka dipersyaratkan mampu memenuhi indikator, bahwa secara sadar anggota-anggota koperasi itu mengetahui dan memahami dengan baik dan sistematik, peran dan fungsi koperasi yang akan dibentuk. Sebagai suatu lembaga ekonomi milik bersama,koperasi diharapkan mampu membantu memenuhi berbagai kebutuhan ekonomi dasar para anggotanya, baik secara individu maupu secara kelompok serta dalam lingkup lokal, regional maupun nasional. Wujud sebab dan akibat dan dua sisi itu, apabila perlu harus dilatihkan dan dikembangkan lebih dahulu, dengan melalui proses yang disebut sebagai masa pra koperasi. Akan banyak manfaat yang diperbolehkan koperasi di masa mendatang apabila kegiatan masa pra koperasi dilakukan dengan sadar dan terprogram (dalam rencana). Karena itu pada hakekatnya pembentukan koperasi bukanlah sekedar pembentukan lembaga ekonomi biasa melainkan sebagai usaha terencana untuk menimbulkan suatu lembaga yang harus memiliki komitmen dan wawasan luas serta terpadu. Itulah sebabnya di dalam buku ini dilampirkan proses yang lazimnya perlu dilalui dalam mendirikan badan usaha koperasi.
Selanjutnya, apabila prasyarat itu telah dipenuhi, dan kondisi lingkungannya juga mendukung, maka masih ada syarat berikut yang harus dipenuhi. Syarat dimaksu adalah merupakan syarat tidak mutlak, yang dapat disebut sebagai ayarat yang diinginkan. Syarat ini sifatnya komparatif dan dapat dibandingkan serta berada pada satu selang (range) indikator tertentu. Selang indikator itu dapat disesuaikan dengan kondisi sehingga berdasar indikator yang dipenuhi oleh koperasinya, akan diperoleh sejumlah nilai indikator koperasi yang berbeda-beda ukurannya. Akan tetapi nilainya tetap berada pada batas-batas kelompok angka yang di tetapkan, sesuai dengan jenis dan kualitas dari koperasi-koperasi yang dinilai. Hal itulah yang menjadi ciri khas dari masing-masing koperasi bersangkutan. Ciri khas koperasi itu biasanya dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang disyahkan dalam rapat anggota (RAT).
Dengan mengetahui komposi kriteria syarat yang dipenuhi, secara otomatis akan dapat dikenali berbagai keunggulan dan sekaligus hal-hal yang perlu mendapa perhatian khusus dari koperasi bersangkutan untuk membuatnya sukses. Pemenuhan kriteria itu memungkinkan dapat dilakukannya pembandingan antar koperasi yang satu dengan koperasi yang lain walaupun tidak sejenis. Posisi koperasi seperti itu juga dapat digunakan untuk mengarahkan dan menemukan pokok-pokok masalah tentang koperasikoperasi bersangkutan dalam proses pembinaan. Dengan demikian, tingkat keberhasilan koperasi untuk memenuhi kriteria itu dapat dimanfaatkan pula untuk sekaligus menilai tingkat prestasi koperasi secara transparan dan adil.untuk itu kriterianya perlu disusundengan nasional, sesuai dengan kaidah-kaidah lembaga usaha.


D.    Koperasi diikutkan dalam program redistribusi asset secara transparan
Saat ini dengan berlakunya otonomi daerah maka tugas teknis pembinaan koperasi merupakan tugas pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota sendiri dihadapkan pada berbagai masalah spesifik di daerah masing-masing. Terdapat paling tidak tiga tipologi kinerja ekonomi wilayah, dan masing-masing diharapkan dapat memberikan peran yang paling optimal bagi perkembangan koperasi di daerahnya maupun secara regional dan nasional.
1.      Daerah Kaya dan Daerah Berkembang dengan potensi alam cukup
Ø  Koperasi menjadi pelaku yang aktif dalam bidang distribusi;
Ø  Koperasi sektor jasa (sektor tersier) dikembangkan secara lebih profesional;
Ø  Koperasi Simpan Pinjam diarahkan melakikan interlending dengan Koperasi daerah yang berada di sekitarnya yang lebih miskin;
Ø  Koperasi yang telah memiliki modal cukup besar diarahkan bekerjasama dengan koperasi daerah yang sejenis atau atas pertimbangan kemitraan strategis;
Ø  Koperasi menjadi prime mover dalam pengelolaan potensi alam;
2.      Daerah Miskin potensi alam belum tergarap
Ø  Koperasi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat bersaan dengan penciptaan iklim yang kondusif bagi masuknya investor;

Ø  Koperasi yang telah terbina bersama-sama dengan investor mengelola strategic asset yang ada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar