STRATEGI PENGEMBANGAN
KOPERASI
A.
Pembangunan Koperasi dilakukan tidak boleh terlepas dari upaya
pemberdayaan anggotanya
Pembangunan koperasi yang berhasil memerlukan sejumlah prasyarat
dan pemenuhan syarat-syarat tertentu, sebagaimana layaknya dalam pelaksanaan
suatu proses. Pembangunan itu merupakan proses dinamik, karena koperasi adalah
lembaga yang hidup dan beraksi terhadap perubahan kondisi internal maupun
eksternal. Mengingat koperasi merupakan lembaga milik sekelompok masyarakat,
yang dibangun sendiri oleh masyarakat bersangkutan, dengan maksud untuk dapat
memenuhi kebutuhan dasar ekonomi masyarakat tersebut, maka dapat dipahami bahwa
koperasi harus mampu melaksanakan berbagai kegiatan kegiatan ekonomi. Kegiatan
mana, harus terkait dengan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi para
anggotanya pada tingkat usaha yang efektif dan efisien. Dengan demikian
kegiatan itu harus terencana, yaitu dengan melalui penerapan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip koperasi yang khas sifatnya.
Sehubungan dengan hal itu perlu dipahami peran berbagai faktor
yang mencakup kriteria-kriteria prasyarat, yaitu faktor-faktor yang dianggap sangat menentukan bagi keberhasilan
dan kesinambungan koperasi yang dibangun. Selanjutnya, setelah prasyarat dipenuhi,
maka koperasi berarti sudah siap lahir dan siap tumbuh. Tetapi faktor yang tergolong
sebagai syarat keberhasilan, bagi tumbuhnya koperasi bersangkutan dimasa mendatang. Syarat
tersebut menjadi komponen pokok yang perlu dipenuhi dan diwujudkan, agar
koperasi itu dapat berprestasi dan dapat disebut sebagai koperasi yang berhasil. Artinya bila syarat
keberhasilan itu tidak terpenuhi, maka koperasi bersangkutan dapat dianggap
tidak berhasil dalam proses pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Dengan demikian bisa saja satu koperasi dibentuk, akan tetapi
koperasi yang telah mampu memenuhi prasyarat yang ditetapkan itu untuk
selanjutnya ternyata tidak mampu tumbuh normal, dengan mengikuti syarat-syarat yang ditetapkan, ataupun kalau dapat tumbuh maka pertumbuhan koperasi itu menjadi
sangat lambat atau dapat dinyatakan dengan ”hidup segan, mati tak mau”.
Pemahaman tetang hal-hal tersebut tidak kalah penting bila
dibanding dengan upaya memahami sejumlah langkah-langkah pembinaan atau
mengenali sejumlah hambatan dan kendala pertumbuhan koperasi, yang mengharuskan
kita membawa koperasi itu kembali pada jati dirinya (menerapkan pendekatan ”back to basic”).
Pemberdayaan anggota mencakup pemberdayaan kapital (bantuan modal)
dan pemberdayaan knowledge, yang meliputi peningkatan kemampuan manajemen, skill dan pemahaman
yang benar mengenai prinsip-prinsip koperasi melalui pendidikan dan pelatihan.
Pemberdayaan ini akan memberikan dampak peningkatan pertisipasi anggota. Memang
harus diakui bahwa peningkatan partisipasi anggota bukanlah dampak langsung dari
pendidikan dan pelatihan. Partisipasi anggota merupakan fungsi dari intrinsik
anggota dan nilai ekstrinsik yang berasal dari luar anggota itu sendiri.
Peningkatan partisipasi merupakan outcome atau dampak positif tidak
langsung dari pendidikan dan pelatihan. Peningkatan partisipasi anggota ini
diharapkan akan memberikan dampak kepada kinerja koperasi yang ditandai dengan
5 indikator keberhasilan koperasi. Peningkatan kinerja koperasi yang ditandai
akhirnya akan menghasilkan tujuan yang hendak dicapai yakni kesejahteraan
masyarakat. Pelaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi anggota harus
memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:
a.
Dominasi pemerintah (pemerintah daerah) dalam pendidikan in service/diklat harus dikurangi karena di
masa lalu telah menimbulkan ketergantungan koperasi kepada Pemerintah sehingga
mengurangi pemupukan rasa percaya diri dan kemampuan menolong dirinya sendiri
bagi koperasi;
b.
Harus jelas konsep ”link
& matc”, karena penyelenggaraan diklat
pada masamasa sebelumnya tersentralisasi dan berdasarkan pemikiran-pemikiran
dari atas, belum pernah dilakukan analisis kebutuhan pelatihan, yang bersumber
kepada kebutuhan koperasi. Hingga kini pendidikan yang sudah dilaksanakan masih
belum mengarah kepada kebutuhan koperasi;
c.
Dana pendidikan dari gerakan koperasi secara formal merupakan
salah satu sumber dana pendidikan koperasi, namun pada kenyataannya dana
tersebut belum optimal terkumpul;
d.
Pemerintah daerah harus memiliki akreditasi untuk lembaga
penyelenggara pendidikan termasuk standarisasi materi pelatihan;
e.
Peserta harus dipersiapkan dengan baik, karena pendidikan dan
pelatihan di masa depan tidak gratis. Pada masa lalu umumnya peserta tidak
dipersiapkan dengan baik, lebih-lebih karena pendidikan bersifat gratis,
sehingga yang dilatih orangnya tetap sama atau tidak relevan dengan tugasnya;
f.
Perlu ada evaluasi yang menyeluruh mengenai dampak dari diklat
terhadap kinerja koperasi.
Untuk mencapai tujuan seperti yang diharapkan maka Pemerintah
Pusat bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dan Dewan Koperasi Indonesia
melakukan tugas sebagai berikut :
1. Secara bertahap mengintegrasikan,
mengkoordinir dan mengkonsolidasikan potensi pendidikan dan pelatihan
perkoperasian secara nasional;
2. Secara bertahap dan simultan
memberdayakan dan mengkoordinir potensi lembaga-lembaga dan pelatihan
perkoperasian yang dimiliki oleh negara (antar departemen), Gerakan Koperasi
(LAPENKOP), Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
lembaga-lembaga pendidikan swasta pelaksana pendidikan koperasi.
3. Secara pro aktif memberdayakan
lembaga-lembaga pendidikan perkoperasian yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah
dalam kerangka semangat otonomi daerah.
4. Menentukan kebijaksanaan pokok
program pendidikan dan pelatihan perkoperasian yang mencakup sistem,
metodologi, kurikulum, silabus, system evaluasi, kelompok sasaran, dan bahan
serta alat bantu;
5. Melaksanakan program pendidikan
dan pelatihan perkoperasian sesuai dengan rencana dan kebutuhan.
B.
Pembangunan Koperasi dilakukan secara lintas sektoral
Membicarakan keberhasilan koperasi, harus mulai dengan
membahas sejumlah prasyarat, yang nampaknya akhir-akhir ini kurang mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh (terbaikan atau diabaikan) oleh para pendiri koperasi (masyarakat luas) maupun oleh para
pembina koperasi pada umumnya. Prasyarat tersebut boleh dinyatakan sebagai kriteria
yang relatif sifatnya mutlak, atau merupakan faktor yang mau atau tidak mau harus dipenuhi agar
dapat membuat koperasi lahir dan siap tumbuh dalam dinamika perekonomian. Oleh
karena itu dalam setiap pembentukan koperasi baru, haruslah benar-benar dapat
dipenuhi prasyarat yang ditetapkan, dengan maksud agar dapat menumbuhkan
koperasi yang berkemampuan tumbuh secara berkelanjutan tanpa menimbulkan
berbagai masalah di masa mendatang. Singkatan bila faktor-faktor dimaksud tidak
dipenuhi, secara konseptual koperasi akan sulit tumbuh sebagaimana diharapkan
karena organisasinya tidak didukung oleh faktor-faktor yang diperlukan. Misalnya
dalam satu proses pembentukan koperasi baru, ternyata ada satu prasyarat yang tidak
dipenuhi, umpamanya ”tidak jelasnya hubungan antara
kepentingan ekonomi anggota-anggota pendiri, yang seharusnya menjadi alasan dasar bagi
pembentukan koperasi tersebut”. Koperasi
itu bisa saja dibentuk tanpa dilandasi oleh pemahaman dan kesamaan kepentingan
para pendiri atau anggotanya.
Namun demikian, potensinya sangat besar untuk
menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan di masa mendatang, karena landasan
arah dan proses pertumbuhan kelompoknya tidak jelas. Secara konseptual, rencana
pendirian suatu koperasi seperti itu dapat saja ditolak, apabila syarat
mutlaknya tidak terpenuhi walaupun tidak sesuai dengan ketentuan formal
koperasi itu mungkin saja tetap dibentuk. Baru kemudian, sambil berjalan
koperasi bersangkutan menyesuaikan kembali hal-hal yang belum dipenuhi atau
yang dapat diperbaiki, sehingga akhirnya koperasi itu juga mampu memenuhi
syarat mutlak yang seharusnya perlu dipenuhi lebih dahulu. Namun demikian
secara praktis tidak jarang pengalaman menunjukan, bahwa hal dimaksud kerap
kali sulit dilakukan, mengingat koperasinya terlanjur menghadapi masalah dan
sibuk dalam mengelola kegiatan bisnisnya, yang kerap kali justru tidak terkait dengan kepentingan ekonomi pada
anggotanya, karena tidak teridentifikasi sebelumnya. Koperasi seperti itu tergolong
pada koperasi ”palsu” (psue coop),apabila ditinjau dan pelaksanaan identitas koperasinya. Padahal
kita faham justru identitas koperasilah yang menjadi keunggulan komparatif, dan
sekaligus menjadi keunggulan kompetitif dan suatu badan usaha koperasi, karena
hal-hal itu membuat kelompok anggota mampu mendukung eksistensi koperasi dalam
menghadapi pasar bebas.
C.
Pembangunan Koperasi mengacu pada local spesific (resource based dan community based)
Pembentukan koperasi baru, perlu difahami dan diidentifikasi kepentingan ekonomi
para pendiri khususnya dan umumnya kepentingan
anggota baru di masa mendatang, yang dijadikan landasan
utama pengembangan organisasi dan kegiatan usahanya. Apabila kemudian ada
koperasi dibentuk tanpa ada landasan kepentingan anggota dan kemudian memperoleh badan hukum resmi,
maka sudah bisa dipastikan bahwa koperasi itu tidak mungkin
digolongkan dalam kelompok koperasi genuine, atau
koperasi yang dapat memenuhi kriteria internasional (identitas koperasi menurut ICA
1995). Pada umumnya koperasi itu dalam proses
pertumbuhan selanjutnya, tidak mampu memanfaatkan peluang besar atau tidak cukup berhasil
dalam proses pertumbuhan memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal, walaupun
koperasi dimaksud tetap saja berpeluang tumbuh sebagai organisasi atau badan usaha.
Prasyarat dasar lain yang juga harus dapat dipenuhi melalui
pembentukan koperasi, agar selanjutnya proses pengembangan koperasi itu
berhasil atau koperasinya dapat meraih sukses dalam pentumbuhan selanjutnya.,
berupa pemenuhan kriteria tentang kualitas
calon anggota koperasi. Mereka dipersyaratkan mampu
memenuhi indikator, bahwa secara sadar anggota-anggota koperasi itu mengetahui dan memahami dengan baik
dan sistematik, peran dan fungsi koperasi yang akan dibentuk. Sebagai suatu lembaga ekonomi milik
bersama,koperasi diharapkan mampu membantu memenuhi berbagai kebutuhan ekonomi
dasar para anggotanya, baik secara individu maupu secara kelompok serta dalam
lingkup lokal, regional maupun nasional. Wujud sebab dan akibat dan dua sisi itu,
apabila perlu harus dilatihkan dan dikembangkan lebih dahulu, dengan melalui
proses yang disebut sebagai masa pra koperasi. Akan banyak manfaat yang diperbolehkan koperasi di masa mendatang
apabila kegiatan masa pra koperasi dilakukan dengan sadar dan terprogram (dalam
rencana). Karena itu pada hakekatnya pembentukan koperasi bukanlah sekedar
pembentukan lembaga ekonomi biasa melainkan sebagai usaha terencana untuk
menimbulkan suatu lembaga yang harus memiliki komitmen dan wawasan luas serta terpadu. Itulah
sebabnya di dalam buku ini dilampirkan proses yang lazimnya perlu dilalui dalam
mendirikan badan usaha koperasi.
Selanjutnya, apabila prasyarat
itu telah dipenuhi, dan kondisi
lingkungannya juga mendukung, maka masih ada syarat berikut yang harus dipenuhi.
Syarat dimaksu adalah merupakan syarat tidak mutlak, yang dapat disebut sebagai
ayarat yang diinginkan. Syarat ini sifatnya komparatif
dan dapat dibandingkan serta
berada pada satu selang (range) indikator tertentu. Selang indikator itu dapat disesuaikan dengan
kondisi sehingga berdasar indikator yang dipenuhi oleh koperasinya, akan
diperoleh sejumlah nilai indikator koperasi yang berbeda-beda ukurannya. Akan
tetapi nilainya tetap berada pada batas-batas kelompok angka yang di tetapkan,
sesuai dengan jenis dan kualitas dari koperasi-koperasi yang dinilai. Hal
itulah yang menjadi ciri khas dari masing-masing koperasi bersangkutan. Ciri khas koperasi itu
biasanya dituangkan dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)
yang disyahkan dalam rapat anggota (RAT).
Dengan mengetahui komposi kriteria syarat yang dipenuhi, secara otomatis akan dapat
dikenali berbagai keunggulan dan sekaligus hal-hal yang perlu mendapa perhatian
khusus dari koperasi bersangkutan untuk membuatnya sukses. Pemenuhan kriteria
itu memungkinkan dapat dilakukannya pembandingan antar koperasi yang satu
dengan koperasi yang lain walaupun tidak sejenis. Posisi koperasi seperti itu
juga dapat digunakan untuk mengarahkan dan menemukan pokok-pokok masalah
tentang koperasikoperasi bersangkutan dalam proses pembinaan. Dengan demikian,
tingkat keberhasilan koperasi untuk memenuhi kriteria itu dapat dimanfaatkan
pula untuk sekaligus menilai tingkat prestasi koperasi secara transparan dan
adil.untuk itu kriterianya perlu disusundengan nasional, sesuai dengan
kaidah-kaidah lembaga usaha.
D.
Koperasi diikutkan dalam program redistribusi asset secara
transparan
Saat ini dengan berlakunya otonomi daerah maka tugas teknis
pembinaan koperasi merupakan tugas pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah
kabupaten/kota sendiri dihadapkan pada berbagai masalah spesifik di daerah
masing-masing. Terdapat paling tidak tiga tipologi kinerja ekonomi wilayah, dan
masing-masing diharapkan dapat memberikan peran yang paling optimal bagi
perkembangan koperasi di daerahnya maupun secara regional dan nasional.
1.
Daerah Kaya dan Daerah Berkembang dengan potensi alam cukup
Ø Koperasi menjadi pelaku yang
aktif dalam bidang distribusi;
Ø Koperasi sektor jasa (sektor
tersier) dikembangkan secara lebih profesional;
Ø Koperasi Simpan Pinjam diarahkan
melakikan interlending dengan Koperasi daerah yang berada di sekitarnya yang lebih
miskin;
Ø Koperasi yang telah memiliki
modal cukup besar diarahkan bekerjasama dengan koperasi daerah yang sejenis
atau atas pertimbangan kemitraan strategis;
Ø Koperasi menjadi prime mover dalam pengelolaan potensi alam;
2.
Daerah Miskin potensi alam belum tergarap
Ø
Koperasi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat bersaan dengan
penciptaan iklim yang kondusif bagi masuknya investor;
Ø
Koperasi yang telah terbina bersama-sama dengan investor mengelola
strategic asset yang ada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar